Kematian mengetuk pintu rumahku


Malam itu telefon bordering memanggil. Seperti biasa  akakku beranjak menuju telefon dengan berjingkat-jingkat. Meluru dengan cepat. Bukannya senang menerima telefon. Tapi suara dering telefon itu begitu mengganggu telinga. Bising !!!!

Dengan nada ceria, seperti biasa, akakku menerima telefon. Namun entah mengapa tiba-tiba nada itu mendatar. Bahkan ada nada kesedihan dalam suaranya.

Awalnya saya acuh tak acuh saja. Ahhh, mungkin salah satu teman sehidupnya  bercanda kosong dengan kata-kata yg boleh mengguriskan hati si pendengar. Namun ini bukanlah hal remeh temeh yang diterima oleh akakku. Ternyata salah satu orang yang ia sayangi meninggal dunia. Menghembuskan nafas terakhirnya pada lingkungan jam 12.30 malam . Mempunyai  “tanda-tanda”  sakit atau seumpamanya.

Ia pun terduduk lemas di sudut ruangan. Menunduk ,  menahan luapan emosi. Kemudian satu per satu air mata itu bergulir titis. Tak terbendung dihatinya walaupun yang meninggal dunia itu bukan ibu kandungnnya tapi ibu mertuanya,  walaupun tidak dijaga olehnya tapi ia seakan rasa di tusuk hatinya seakan-akan terguris kerana ibu mertua yang  amat ia sayangi. Dan ia pun mulai terisak.

Pada hari Ahad,23 Oktober 2011 tepat jam 3.00 pagi saya dan sekeluarga bergegas balik ke halaman kampung di Perlis Indera Kayangan ingin melawat besan akakku kehilangan ibu mentuanya yang telah menghembus nafas pada hari Ahad, 23 Oktober 2011 jam 12.30 pagi dan kami selamat sampai balik di Johor Bahru pada hari Selasa 25 Oktober 2011 jam 6.00 pagi ………





Sebuah pesanan kematian mengetuk pintu rumahku.

Kejadian itu membuat saya berpikir berulang-ulang kali. Bagaimana kiranya jika itu terjadi pada diri saya? Bagaimana jika satu per satu orang-orang yang saya cintai “mendahului” saya? Sudah siapkah saya menghadapinya dengan ikhlas?

Apakah saya sudah siap untuk dengan ikhlas mengucapkan, “innalillahi wa inna ilaihi raajiun” ? Lalu berkata, “Emak, saya tahu hari ini akan datang. Say ridha, Emak….. Saya ikhlas. Pergilah dengan tenang, Emak. Temuilah Allah,  zat yang kita rindukan.”  Sepaerti  halnya  seorang sahabat.

Ataukah nanti lidah ini akan kelu? Disebabkan hati yang berontak. Dilontarkan oleh pertanyaan-pertanyaan, “kenapa?”, “kenapa?”, dan “kenapa?” Tumpah-ruah oleh rasa kehilangan dan penyesalan. Hingga kalimat inna lillahi wa inna ilaihi raajiun pun seakan terhapus dari ingatan.



    Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, walaupun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kukuh. (AnNisa:78 )


 
Kematian menjemputku

Suatu kepastian yang kadang diri ini berusaha menepisnya. Suatu kepastian yang seringkali ditanggapi dengan, “jangan katakan lagi perkara itu.” Suatu keniscayaan yang sering ditanggapi dengan berlebihan. Seakan ini suatu mukjizat.

Tapi tetap saja diri ini tak mampu mengambil hikmahnya dan memegangnya kuat-kuat.

Kembali menyakiti orang yang dicinta. Padahal mungkin saja ini saat-saat terakhir bersamanya.



    Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia i`tu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al-Hadid:20 )


Sudah siapkah saya jika sewaktu-waktu malaikat maut datang membawa “pesanan” itu? Apakah husnul khotimah, akhir yang baik, yang saya dapatkan? Ataukah (naudzubillahi min dzalik) justeru syu’ul khotimah, akhir yang buruk?






Fikiran saya mula membayangkan,

Apa saja yang sudah saya lakukan di dunia ini?

Apa yang akan saya katakan nanti dihadapan Allah dan Rasul-Nya?

Alamak, saya terlupa…. Pada hari itu mulut saya tidak akan boleh bertutur. Tangan, kaki, dan anggota tubuh inilah yang angkat suara.



    Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. ( Yaasin:65 )


Fikiran dan hati saya seringkali memikirkan tentang amal ibadah yang selama ini diamalkan adakah diterima or tidak diterima? Adakah cukup untuk membawa bekalan di padang masyar nanti dan adakah saya ini tergolong dr orang-orang yang mendapat memasuki ke syurganya or memasuki ke neraka? Dan bermacam-macam yg  berlegar-legar dihati dan fikiran saya. Sedikit kata-kata dan luahan sekecil ini dapat dikongsikan bersama  dan marilah sama-sama kita muhasabah diri tentang kematian yang bila-bila boleh datang dan menjemput kita, dimana-mana pun kita berada……..

2 comments:

  1. Perjalanan harus diteruskan dan kita perlu senantiasa istiqamah dalam melakukan amal ibadah selagi masih diberi kekuatan dan kudrat yang kuat dan bersyukur apa yang kita miliki di muka bumi Allah ini....

    ReplyDelete